download word version
Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. (1,2)
Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari kawasan timur Indonesia antara lain dari Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku utara, dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lain angka kematian malaria masih cukup tinggi antara lain di propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Riau. (1)
Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang sering menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Termasuk genus Plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk demamnya, yaitu :
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai malaria tertian disebabkan serangan demam yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal sebagai malaria quartana karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis juga dikenal sebagai malaria ovale dengan pola demam yang tidak khas setiap 1-2 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai malaria Tropicana atau malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasa timbul setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya. (1,2)
Siklus Hidup Plasmodium
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dansipa ditularkan ke manusia.
Patogenesis
Setelah melalui jaringan hati, plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawabdalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia.
Pathogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh factor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemitas daerah, tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (ring-erithrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosofosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag,
Sitoadherensi adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di permukaan endotel vaskuler. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah likal dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin. Sitokin ini antara lain TNF-a, IL-1, IL-6, IL-3, LT dan INF-y. dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi yang berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi.
Akhir-akhir ini banyak diteliti peran nitrit oksida (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral. Maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekul adhesi. Diduga produksi NO local di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. (1, 2, 3)
Gejala klinis
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode dingin (15-60 menit) mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperature, diikuti dengan periode panas : muka penderita merah, nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat, kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium vivax, pada plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya malaria ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
1. Serangan primer, yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan mulai berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.
2. Periode laten, yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
3. Recrudescense, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8 minggu berakhirnya serangan primer.
4. Recurrence, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.
5. Relapse atau rechute yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun). Biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale. (1, 2, 3, 4)
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
a. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemic malaria
c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria.
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f. Riwayat mendapat transfuse darah.
Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini :
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bias duduk / berdiri).
c. Kejang-kejang
d. Panas sangat tinggi
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas
h. Muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum.
i. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
j. Jumlah air seni kurang (oligouri) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sampai pucat
Pemeriksaan fisis
1. Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
1. Temperature rectal ≥40°C
2. Nadi cepat dan lemah
3. Tekanan darah sistolik >70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50>35x/menit pada orang dewasa atau >40x/menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50x/menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) <11>100 parasit per 1 lapangan pandang setara dengan 40000 parasit / uL
Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk melengkapi pemeriksaan mikroskopis atau sebagai konfirmasi jika identifikasi spesies parasit dengan pemeriksaan mikroskopis memberikan hasil yang meragukan atau jika secara klinis dan pemeriksaan kimia klinis menunjukkan tanda infeksi malaria tetapi pemeriksaan mikroskopis negative.
Pemeriksaan biokimia / kimia klinis
Pemeriksaan kimia klinis bukanlah pemeriksaan yang menentukan diagnosis tetapi harus tetap dilakukan untuk menunjang pemeriksaan yang lain (mikroskopis, hematologis dan imunoserologis) karena penting untuk memantau perkembangan penyakit dan mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi. Pemeriksaan kimia klinis yang dianjurkan antara lain bilirubin, kreatinin, ureum, glukosa darah, urinalisis, termasuk adanya hemoglobinuria, dan faal koagulasi. (5,6)
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh karena itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
A. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi
1. Malaria falciparum
Lini pertama = artesunat + amodiakuin + primakuin
Primakuin diberikan peroral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgBB yang diberikan pada hari pertama.
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)
Lini kedua = kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin
Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4 mg/kgBB
2. Pengobatan untuk Malaria vivax dan ovale
Lini pertama = klorokuin + primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivax dan malaria ovale. Pengobatan klorokuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.
Klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB
Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB
3. Pengobatan Malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua = kina + primakuin
Kina diberikan peroral 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,75 mg/kgBB
4. Pengobatan untuk Malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgBB
B. Pengobatan Malaria dengan komplikasi
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.
Pilihan utama untuk obat anti malaria berat :
Derivate artemisinin parenteral
- Artesunat intravena atau intramuscular
- Artemeter intramuscular
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus 2,4 mg/kgBB periv selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgBB per intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Artemeter diberikan dengan loading dose 3,2 mg/kgBB intramuscular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuscular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah mampu minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnose dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15-60% tergantung fasilitas pemberian pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peninggian kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja. (4,5)
DAFTAR PUSTAKA
1. W.Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-empat Jilid II. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Harijanto, dr. P. N. 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
3. Nyoman Kandun, dr. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Departemen kesehatan RI. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.
4. Kasper, L, Dennis, MD. 2005. Harrison’s Principles Internal Medicine.
5. http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
6. http://www.medicastore/malaria-tropica.com
Tempat download artikel
download
Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. (1,2)
Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari kawasan timur Indonesia antara lain dari Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku utara, dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lain angka kematian malaria masih cukup tinggi antara lain di propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Riau. (1)
Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang sering menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Termasuk genus Plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk demamnya, yaitu :
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai malaria tertian disebabkan serangan demam yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal sebagai malaria quartana karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis juga dikenal sebagai malaria ovale dengan pola demam yang tidak khas setiap 1-2 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai malaria Tropicana atau malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasa timbul setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya. (1,2)
Siklus Hidup Plasmodium
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dansipa ditularkan ke manusia.
Patogenesis
Setelah melalui jaringan hati, plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawabdalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia.
Pathogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh factor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemitas daerah, tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (ring-erithrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosofosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag,
Sitoadherensi adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di permukaan endotel vaskuler. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah likal dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin. Sitokin ini antara lain TNF-a, IL-1, IL-6, IL-3, LT dan INF-y. dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi yang berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi.
Akhir-akhir ini banyak diteliti peran nitrit oksida (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral. Maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekul adhesi. Diduga produksi NO local di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. (1, 2, 3)
Gejala klinis
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode dingin (15-60 menit) mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperature, diikuti dengan periode panas : muka penderita merah, nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat, kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium vivax, pada plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya malaria ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
1. Serangan primer, yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan mulai berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.
2. Periode laten, yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
3. Recrudescense, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8 minggu berakhirnya serangan primer.
4. Recurrence, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.
5. Relapse atau rechute yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun). Biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale. (1, 2, 3, 4)
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
a. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemic malaria
c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria.
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f. Riwayat mendapat transfuse darah.
Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini :
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bias duduk / berdiri).
c. Kejang-kejang
d. Panas sangat tinggi
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas
h. Muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum.
i. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
j. Jumlah air seni kurang (oligouri) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sampai pucat
Pemeriksaan fisis
1. Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
1. Temperature rectal ≥40°C
2. Nadi cepat dan lemah
3. Tekanan darah sistolik >70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50>35x/menit pada orang dewasa atau >40x/menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50x/menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) <11>100 parasit per 1 lapangan pandang setara dengan 40000 parasit / uL
Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk melengkapi pemeriksaan mikroskopis atau sebagai konfirmasi jika identifikasi spesies parasit dengan pemeriksaan mikroskopis memberikan hasil yang meragukan atau jika secara klinis dan pemeriksaan kimia klinis menunjukkan tanda infeksi malaria tetapi pemeriksaan mikroskopis negative.
Pemeriksaan biokimia / kimia klinis
Pemeriksaan kimia klinis bukanlah pemeriksaan yang menentukan diagnosis tetapi harus tetap dilakukan untuk menunjang pemeriksaan yang lain (mikroskopis, hematologis dan imunoserologis) karena penting untuk memantau perkembangan penyakit dan mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi. Pemeriksaan kimia klinis yang dianjurkan antara lain bilirubin, kreatinin, ureum, glukosa darah, urinalisis, termasuk adanya hemoglobinuria, dan faal koagulasi. (5,6)
Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh karena itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
A. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi
1. Malaria falciparum
Lini pertama = artesunat + amodiakuin + primakuin
Primakuin diberikan peroral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgBB yang diberikan pada hari pertama.
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)
Lini kedua = kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin
Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4 mg/kgBB
2. Pengobatan untuk Malaria vivax dan ovale
Lini pertama = klorokuin + primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivax dan malaria ovale. Pengobatan klorokuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.
Klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB
Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB
3. Pengobatan Malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua = kina + primakuin
Kina diberikan peroral 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,75 mg/kgBB
4. Pengobatan untuk Malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgBB
B. Pengobatan Malaria dengan komplikasi
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.
Pilihan utama untuk obat anti malaria berat :
Derivate artemisinin parenteral
- Artesunat intravena atau intramuscular
- Artemeter intramuscular
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus 2,4 mg/kgBB periv selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgBB per intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Artemeter diberikan dengan loading dose 3,2 mg/kgBB intramuscular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuscular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah mampu minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnose dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15-60% tergantung fasilitas pemberian pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peninggian kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja. (4,5)
DAFTAR PUSTAKA
1. W.Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-empat Jilid II. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Harijanto, dr. P. N. 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
3. Nyoman Kandun, dr. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Departemen kesehatan RI. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.
4. Kasper, L, Dennis, MD. 2005. Harrison’s Principles Internal Medicine.
5. http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
6. http://www.medicastore/malaria-tropica.com
Tempat download artikel
No comments:
Post a Comment