Download file lengkap di halaman ini
PENDAHULUAN
Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikroangiopati diabetik pada ginjal, yang dapat berakhir pada penyakit ginjal kronik. Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24 jam atau 200 µg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia.
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus mempunyai kecenderungan sebanyak 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal dibandingkan populasi normal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1. Di Indonesia sendiri mencatat bahwa diabetes melitus menjadi penyebab gagal ginjal kedua terbanyak, setelah glomerulonefritis, yang menjalani hemodialisis.
PATOGENESIS
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1), Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming Growth Factor β (TGF-β) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang memiliki fungsi pada vaskuler seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitialis.
Hipertrofi dari nefron-nefron yang masih sehat, lama kelamaan dapat menimbulkan kerusakan hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan intra glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin II dan endotelin. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spame arteriol eferen intrarenal dan intraglomerulus. Hipertensi yang timbul bersamaan dengan bertambahnya kerusakan ginjal, akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi neuron yang progresif. Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi mesangium yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial
DIAGNOSIS
Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2.
Laju ekskresi albumin urin <30>300 mg/hari atau >200 µg/menit. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6 bulan. Jika 2 dari 3 tes positif ,maka diagnosis mikroalbuminuria dapat ditegakkan.
Mogensen membagi nefropati diabetik dibagi dalam 5 tahapan yaitu sebagai berikut : pada tahap pertama ginjal mengalami hipertropi hiperfungsi dengan laju ekskresi albumin normal, peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan tekanan darah normal. Tahap kedua ginjal mengalami kelainan struktur dengan laju ekskresi albumin normal, peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan tekanan darah normal atau tinggi. Tahap ketiga terjadi mikroalbuminuria persisten dengan laju ekskresi albumin 20-200 µg/menit, laju filtrasi glomerulus meningkat atau normal, dan tekanan darah tinggi. Pada tahap keempat makroalbuminuria proteinuria dengan laju ekskresi albumin >200 µg/menit, laju filtrasi glomerulus rendah, dan mengalami hipertensi. Tahap lima terjadi uremia dengan laju ekskresi albumin tinggi atau rendah, laju filtrasi glomerulus <10 ml/menit, dan tekanan darah tinggi. Pada saat diagnosis diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria, serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan CKD stage V ec. Nefropati diabetik :
1. Pengendalian gula darah
Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia
2. Diet
Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
3. Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80
4. Anti hipertensi
Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen
5. Statin
Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Pada pasien ini sudah dianjurkan untuk melakukan hemodialisis, namun keluarga dan pasien menolak
Download file lengkap di halaman ini
PENDAHULUAN
Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikroangiopati diabetik pada ginjal, yang dapat berakhir pada penyakit ginjal kronik. Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap ( >300 mg/24 jam atau 200 µg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia.
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus mempunyai kecenderungan sebanyak 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal dibandingkan populasi normal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1. Di Indonesia sendiri mencatat bahwa diabetes melitus menjadi penyebab gagal ginjal kedua terbanyak, setelah glomerulonefritis, yang menjalani hemodialisis.
PATOGENESIS
Hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Pada saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantai hormon vasoaktif, Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1), Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming Growth Factor β (TGF-β) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C yang memiliki fungsi pada vaskuler seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitialis.
Hipertrofi dari nefron-nefron yang masih sehat, lama kelamaan dapat menimbulkan kerusakan hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan intra glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin II dan endotelin. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spame arteriol eferen intrarenal dan intraglomerulus. Hipertensi yang timbul bersamaan dengan bertambahnya kerusakan ginjal, akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi neuron yang progresif. Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi mesangium yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial
DIAGNOSIS
Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2.
Laju ekskresi albumin urin <30>300 mg/hari atau >200 µg/menit. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6 bulan. Jika 2 dari 3 tes positif ,maka diagnosis mikroalbuminuria dapat ditegakkan.
Mogensen membagi nefropati diabetik dibagi dalam 5 tahapan yaitu sebagai berikut : pada tahap pertama ginjal mengalami hipertropi hiperfungsi dengan laju ekskresi albumin normal, peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan tekanan darah normal. Tahap kedua ginjal mengalami kelainan struktur dengan laju ekskresi albumin normal, peningkatan laju filtrasi glomerulus, dan tekanan darah normal atau tinggi. Tahap ketiga terjadi mikroalbuminuria persisten dengan laju ekskresi albumin 20-200 µg/menit, laju filtrasi glomerulus meningkat atau normal, dan tekanan darah tinggi. Pada tahap keempat makroalbuminuria proteinuria dengan laju ekskresi albumin >200 µg/menit, laju filtrasi glomerulus rendah, dan mengalami hipertensi. Tahap lima terjadi uremia dengan laju ekskresi albumin tinggi atau rendah, laju filtrasi glomerulus <10 ml/menit, dan tekanan darah tinggi. Pada saat diagnosis diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria, serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan CKD stage V ec. Nefropati diabetik :
1. Pengendalian gula darah
Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia
2. Diet
Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
3. Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <130/80
4. Anti hipertensi
Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen
5. Statin
Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr, malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. Pada pasien ini sudah dianjurkan untuk melakukan hemodialisis, namun keluarga dan pasien menolak
Download file lengkap di halaman ini
No comments:
Post a Comment