Saturday, May 15, 2010

ENSEFALITIS

PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik, epilepsi, penglihatan atau pendengaran bahkan sampai sistem kardiovaskuler. Bayi yang menderita ensefalitis mengalami penyulit dan akibat sisa yang lebih berat. Disamping itu belum ada pengobatan yang spesifik untuk ensefalitis. Pengobatan yang dilakukan selama ini bersifat nonspesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.
Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam prakteknya di klinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasi-manifestasi neurologis dan temuan-temuan epidemiologis, tanpa bahan histologis. (1,2,)

ETIOLOGI
I. Infeksi-infeksiVirus
1. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia
Gondongan Sering, kadang-kadang bersifat ringan.
Campak Dapat memberikan sekuele berat.
Kelompok virus entero Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
Rubela Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital
Kelompok Virus Herpes
Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.
Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.
Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV kongenital
Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
F. Kelompok virus poksVaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.
2. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda
Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.
3. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.
Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat
II. Infeksi-infeksi Non virus
1. Riketsia
Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.
2. Mycoplasma pneumoniae
Terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan bakteri lain; sering mempunyai komponen ensefalitik.
3. Bakteri
Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-komponen ensefalitis.
4. Spirochaeta
Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis
5. Jamur
Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis, moniliosis; koksidioidomikosis
6. Protozoa
Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp; Acanthamoeba; Toxoplasma gondii.
7. Metazoa
Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis.
III. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi
Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau salah satu komponennya berperan sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro dari susunan syaraf. Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel dan komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan kerusakan jaringan.
Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat pula secara langsung menyebabkan kerusakan SSP)
A. Campak
B. Rubela
C. Pertusis
D. Gondongan
E. Varisela-zoster
F. Influenza
G. Mycoplas,a pneumoniae
H. Infeksi riketsia
I. Hepatitis
2. Berhubungan dengan vaksin
  1. Rabies
  2. Campak
  3. Influenza
  4. Vaksinis
  5. Pertusis
  6. Yellow fever
  7. Typhoid
IV. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai virus yang didapatkan pada awal masa kehidupan, yang tidak harus disertai dengan penyakit akut, sedikit banyak ikut berperan sebagian pada penyakit neurologis kronis di kemudian hari :
Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubela
Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
Leukoensefalopati multifokal progresif
V. Kelompok kompleks yang tidak diketahui
Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo, dan lain-lain (1)
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal anyak kasus ensefalitis tetapi baru japanese B encephalitis yang ditemukan
Infeksi ensefalitis virus yang paling sering terjadi di Amerika dan ditularkan melalui gigitan serangga adalah :
Ensefalitis Ekuin Barat
Ensefalitis Ekuin Timur
Ensefalitis Santa Louis
Ensefalitis Kalifornia. (3,5)

PATOFISIOLOGI (1)
Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain.
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis.
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer.
Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama.).

silakan download di sini untuk versi lengkapnya

No comments: