Saturday, June 12, 2010

Hubungan Dokter Pasien

Download file lengkap di halaman ini
PENDAHULUAN

Hubungan dokter dengan pasien pada prinsipnya merupakan hubungan yang berdasarkan atas kepercayaan antara keduanya. Keberhasilan suatu pengobatan tergantung di antaranya pada seberapa besar kepercayaan pasien kepada dokternya. Hal inilah yang menyebabkan hubungan seorang pasien dengan dokternya kadang sulit tergantikan oleh dokter lain.Akan tetapi, hubungan ini dalam beberapa tahun terakhir ini telah berubah akibat makin menipisnya keharmonisan antara keduanya.

Berubahnya pola hubungan dokter-pasien yang bersifat paternalistik menjadi hubungan kolegial atau kemitraan, membuat pasien makin kritis terhadap dokternya. Ketika terjadi suatu hasil pengobatan yang tidak diinginkan seperti penyakit makin parah, kecacatan atau kematian, maka pasien serta merta menganggap dokter dan rumah sakitnya lalai.

Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja.

Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien.

Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah.

TEORI HUBUNGAN DOKTER PASIEN

Teori hubungan dokter dengan pasien dapat dilukiskan dari aspek sifat antara lain:

1. Bersifat religius
Pada awal profesi kedokteran, dipercaya bahwa timbulnya penyakit berasal dari kemarahan dewa. Seorang yang sedang sakit melapor kepada sang pemimpin agama lalu dibuat upaya keagamaan utuk penyembuhan

2. Bersifat paternalistis
Pada perkembangan selanjutnya, muncul pembagian pekerjaan dimana orang – orang pandai pada masanya memiliki pemikiran tersendiri. Salah satunya adalah ada orang – orang yang mau menolong orang sakit. Orang tersebut boleh dikatakan dokter generasi pertama dan tidak lagi berhubungan dengan upacara keagamaan. Dokter zaman dahulu mempunyai murid dan menurunkan keahliannya kepada muridnya itu. Profesi kedokteran seperti ini dimulai pada abad ke -5 SM oleh Hipokrates di Yunani.

Karena pengajaran (pendidikan ) yang bersifat turun – temurun tersebut, para dokter kuno merupakan golongan yang tertutup bagi komunitas terbatas yang menguasai ilmu pengobatan ilmu kedokteran kuno tersebut. Masyarakat atau orang awam sangat tidak memahami proses pengobatan. Akhirnya timbul suatu hubungan yang berat sebelah dan pasien sangat tergantung pada dokter. Para dokter kuno selain berpendidikan juga mengaku sebagai keturunan dewa. Hubungan ini disebut hubungan paternalistis. Dokter mengobati dengan memberi perintah yang harus dituruti oleh pasien hubungan modrl ini berlangsung sejak abad ke-5 SM sampai zaman modern sebelum teknologi informasi berkembang.(2)

Ilmu kedokteran sejak zaman Hipokrates hingga sekarang disebut juga seni kedokteran ( medicine is a science and art ). Dokter zaman kuno menerima imbalan sebagai tanda kehormatan, karena itu imbalan tersebut disebut honorarium (honor = hormat ). Seiring dengan perkembangan teknologi kedoteran dan teknologi informasi, terjadilah perubahan dalam hubungan kedokteran. Teknologi kedokteran dan informasi memberikan dampak positif seperti diagnosa dan terapi yang tepat, selain juga damak negatif seperti tingginya biaya pengobatan. Selain itu, akibat lain dari modernisasi adalah perubahan hubungan dokter dan pasien dari paternalistis enjadi hubungan baru yang lebih menonjolkan aspek bisnis sehingga hubungan dokter dan pasien berubah menjadi hubungan antara penyedia jasa dan konsumen.(2)

3. bersifat penyedia jasa dan konsumen

Hubungan jenis ini disebut juga provider dan consumer relationship. Perubahan dari paternalistis ke hubnugan ini bertepatan dengan perkembangan teknologi informasi dimana masyarakat makin sadar akan hak – haknya serta mampu menilai pekerjaan dokter. Berikut ini merupakan faktor – faktor yang dapat mengidentifikasi berakhirnya era paternalistis :
  1. Pelayanan kesehatan mulai bergeser dari pelayanana prorangan ( praktik pribadi ) menuju praktik pelayanan di rumah sakit.
  2. Perkembangan ilmu teknologi kesehatan memberikan kesempatan tindakan yang makin canggih. Namun, tidak semua tindakan berhasil dengan baik sesuai harapan.
  3. kekecewaan sering menimbulkan tuntutan hukum.
  4. pengacara terlibat
Dalam era provider and costumer ini, terbentang jarak psikologis antara dokter dan pasien. Seolah ada dua pihak yang menandatangani kontrak perjanjian dimana pasien harus membayar dan dokter harus bekerja. Dengan demikian, unsur bisnis terasa kental. Akibat dari pola hubungan ini, masyarakat mudah menuntut bila merasa tidak puas dan dokter bersikap defensif ( defensive medical service ), ini membuat hubungan dokter dan pasien sedikit merenggang. Berdasarkan pola hubungan ini, tidak heran bahwa dalam undang – undang perlindungan konsumen, praktik dokter dimasukkan ke dalam industri jasa, dan dengan sendirinya praktik kedokteran masuk dalam Undang – Undang perlindungan konsumen. Kondisi ini menggelisahkan para dokter sehingga sebagian dokter senior berusaha untuk merumuskan pola hubungan baru, yaitu pola kemitraan dokter-pasien.(2)

UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu :
  • Memberdayakan konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa;
  • Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

Jenis-jenis masalah perlindungan konsumen sejak berlakunya UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen sangat beragam, namun gugatan konsumen terhadap pelayanan jasa kesehatan dan yang berhubungan dengan masalah kesehatan masih tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan selama ini hubungan antara si penderita dengan si pengobat, yang dalam terminology dunia kedokteran dikenal dengan istilah transaksi terapeutik, lebih banyak bersifat paternalistic. Seiring dengan perubahan masyarakat, hubungan dokter - pasien juga semakin kompleks, yang ditandai dengan pergeseran pola dari paternalistic menuju partnership, yaitu kedudukan dokter sejajar dengan pasien (dokter merupakan partner dan mitra bagi pasien). (3)

4. Bersifat upaya bersama dan kemitraan
Dalam kondisi sakit, baik berat maupun ringan, baik sakit fisik maupun mental, seorang pasien membutuhkan dokter. Di lain pihak, budaya paternalistis di Indonesia jangan sampai disalahgunakan oleh dokter yang tujuan utamanya adalah mencari uang tanpa memerhatikan kondisi pasien. Budaya saling menghargailah yng justru harus dikembangkan agar ada rasa saling percaya antara pasien dan dokter. Di Indonesia bayak pasien mengajukan tuntutan hukum kepada dokter, sementara sang dokter bersikap defensif. Semakin banyak jug pasien yang pergi ke luar negeri untuk berobat karena tidak lagi mempercayai kompetensi dokter di Indonesia. Tidak sedikit pula dokter senior yang sangt diminati pasien hingga harus berpraktik hingga dini hari, padahal banyak pasiennya yang bisa dirujuk atau didelegasikan kepada dokter lain. Kondisi ini menyebabkan dokter tidak bisa bekerja maksimal dan mengecewakan pasien. Peristiwa berlebihan semacam inilah yang akan diatur oleh IDI dengan pembatasan tempat praktik dan pelayanan dokter di maksimum tiga tempat. Hal tersebut tertuang dalam Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedoteran dan kedokteran gigi. (1)

Hubungan dokter-pasien semestinya atas saling percaya, bukan kontrak bisnis. Dokter maupun pasien sama-sama profesional dan proporsional dalam me¬mecahkan permasalahan kesehatan. Dokter harus selalu berlaku profesional dalam menjalankan profesinya, serta mengkomunikasikan secara proporsional segala aspek yang terkait dengan tindakan medis yang dilakukannya. Sementara pasien mesti memahami aspek yang terkait dengan pengambilan keputusan medis sehingga mengerti manfaat dan risiko dari tindakan medis tersebut. (5)

No comments: