Sunday, October 11, 2009

Trauma Oculi Perforans

download

Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma . Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan. Kebanyakn trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya.
Trauma mata seringmerupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaankeadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.
Trauma mata merupakan kejadian yang lazim saat ini dan cenderung meningkat pada masyarakat umum. Secara garis besar trauma ocular dibagi dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia. Peralatan baru, penggunaan mikroskop dalam operasi, tekhnik bedah minor telah mengubah secara dramatis pendekatan kita terhadap penaganan kebanyakan trauma. Pengertian kita terhadap patofisiologi dari trauma telah bertambah dengan penggunaan hewan coba. Sebagai hasil, prognosis umum terhadap kebanyakan trauma mata menjadi jauh lebih baik.
Perforasi bola mata merupakan keaadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomic dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat berbentuk perforasi skelera, prolaps badan kaca maupun prolaps badan siliar.
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.

download filenya di sini

TB tulang dan sendi



Translated by Attonk

Current Medical Diagnosis and Treatment 2008 / Musculoskeletal disorder

Dasar-dasar diagnosis
• Penyakit pada anak , orang dewasa, dan yang terinfeksi HIV
• Pada kebanyakan kasus, lesi tunggal tulang atau sendi terinfeksi
• Tulang belakang – terutama toraks bagian bawah – atau lutut sering menjadi lokasi.
• Gambaran radigraf abnormal pada kurang dari ½ jumlah pasien.

Pertimbangan penting
Kebanyakan infeksi tuberkulosis di Amerika Serikat disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis. Infeksi pada sistem muskuloskeletal disebabkan oleh penyebaran hematogen dari lesi primer pada traktus respiratorius ; dapat timbul segera setelah lesi primer atau mungkin bertahun-tahun sebagai reaktivasi penyakit. Tuberkulosis pada tulang dan sendi terjadi pada 1 – 3 % pasien dengan tuberkulosis ekstraparu. Tuberkulosis pada vertebra lumbal atau thoraks (penyakit Pott) merupakan tempat paling sering pada tulang yang terinfeksi dan biasanya terjadi tanpa infeksi ekstraspinal. Penyakit ini terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada lanjut usia di Amerika Serikat. Jumlah osteomielitis kira-kira 20% dari tuberkulosis muskuloskeletal dan paling sering berdampak pada tulang paha dan tibia. Tuberkulosis pada sendi perifer hampir selalu monoarthrikuler, dengan lutut sebagai sendi paling sering.

Gambaran klinik

Tanda dan gejala

Onset gejala umumnya tersembunyi dan tidak diikuti oleh manifestasi umum seperti demam, berkeringat, keracunan, atau kelemahan. Nyeri dapat ringap pada onset dan umumnya memburuk pada malam hari, dan dapat diikuti oleh kekakuan. Pada proses perjalanan penyakit, keterbatasan pergerakan sendi menjadi prominen karena kontraktur otot dan kerusakan sendi. Lulut sering menjadi prominen sebab kontraktur otot dan kerusakan sendi. Sendi merupakan sendi perifer paling sering. Gejala dari tuberkulosis paru mungkin masih ada.
Penemuan lokal selama stadium awal mungkin terbatas pada nyeri, bengkak jaringan lunak, efusi sendi, dan peningkatan temperatur kulit daerah yang dilingkupi. Seperti perjalanan penyakit yang tidak diterapi, atrofi otot dan deformitas dapat terjadi. Bentukan abses dengan drainase spontan ke luar menyebabkan bentukan sinus. Kerusakan progresif tulang belakng dapat menyebabkan benjolan tulang belakang atau gibbus, terutama pada regio torakolumbal.

Penemuan laboratorium
Dasar diagnosis yang tepat dalam mendeteksi organisme tahan asam adalah dengan tes kultur atau polymerase chain reaction (PCR) dari cairan sendi, pus, atau spesimen jaringan. Biopsi pada lesi tulang, sinovial, atau limfonodus regional dapat menunjukan kekhasan gambaran histopatologi dari nekrosis dan sel raksasa.

Radiologi

Ada periode laten antara onset gejala dengan penemuan positif pada gambaran radiologi. Perubahan paling awal dari TB arthritis adaah pembengkakan sendi dan distensi kapsul oleh efusi. Sesudah itu, atrofi tulang menyebabkan penipisan pola trabekular, mendekati korteks, dan penebalan kanal meduler. Seperti pada progres penyakit sendi, kerusakan kartolago , dalam tulang belakang dan sendi perifer, ditandai dengan batasan sendi dengan erosi fokal dari permukaan sendi, terutama pada tepi.dimana lesi dibatasi dengan tulang, khususnya dalam bagian cancellous dari metafisis, radiografi dapat memperlihatkan kista tunggal atau multiokuler dikelilingi oleh tulang sklerotik. Pada tuberkulosis tulang belakang, CT scan atau MRI membantu menunjukkan perluasan infeksi padda jaringan lunak paraspinal ( mis.abses psoas, perluasan ke epidural).

Gambaran radiologi pada kasus tuberkulosis pada cairan sinovial sendi. A. Hematogenous tuberculosis dari sendi lutut pada laki-laki 22 tahun. Adanya efusi dan pengentalan cairan sinovial, dan kartilago sendi telah diterapi. B. Tuberkulosis pada sendi subtalar pada laki-laki 28 tahun yang ringan. C. Kerusakan total tuberkulosis pada sendi panggul pada pasien laki-laki usia lanjut. (Diproduksi dengan isin dari Petty W. Faigenbaum MC) Churcill Livingstone,1983.

Diagnosis Banding
Tuberkulosis pada system musculoskeletal harus dibandingkan dengan semua infeksi subakut dan kronik, rematoid arthritis, gout, dan kadang dysplasia osseus. Pada tulang belakang, tumor metastasis dapat dicurigai.

Komplikasi
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi, bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan dengan jaringan lunak, dan bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat, ankilosis tulang atau jaringan fibrosa spontan akan terjadi.

Penatalaksanaan
Penilaian umum

Pengobatan umum khususnya penting dalam pemanjangan recumbency sangan dibutuhkan, perawat terampil harus diberikan. (lihat juga Infectious Diseases: Bacterial & Chlamydial.)

Kemoterapi
Lihat pulmonologi. Pengobatan dengan kemoterapi tanpa operasi dapat dilakukan pada kebanyakan kasus, sekalipun penyakit yang luas.

Penilaian bedah
Pada infeksi akut dimana sinovitis merupakan gambaran predominan, penatalaksanaan dapat konservatif, setidaknya terapi inisial. Imobilisasi dengan splint atau plester , aspirasi, dan kemoterapi dapat mencukupi kontrol terhadap infeksi. Sinovektomi dapat bermanfaat pada sebagian kecil lesi hepertropis akut yang meliputi sarung tendon, bursa , dan sendi.

Referensi :
Franco-Paredes C et al. The ever-expanding association between rheumatologic diseases and tuberculosis. Am J Med. 2006 Jun;119(6):470–7. [PMID: 16750957]
Gardam M et al. Mycobacterial osteomyelitis and arthritis. Infect Dis Clin North Am. 2005 Dec;19(4):819–30. [PMID: 16297734]



Saturday, October 10, 2009

Sjögren's Syndrome


Terjemahan bebas by Attonk
Sumber : Current Medical and Treatment 2008

Dasar-dasar diagnosis

• 90% pasien wanita ; usia rata-rata 50 tahun
• Gambaran utama berupa mata dan mulut kering (komponen sicca) ; terjadi sendiri-sendiri atau berksaitan dengan rhematiod arthritis atau penyakit jaringan konektif lain
• Munculnya faktor rematoid dan antibodi lain
• Peningkatan insiden limfoma

Pertimbangan umum
Sjögren's Syndrome, suatu penyakit autoimun disebabkan oleh disfungsi glandula eksokrin pada banyak tempat di tubuh. Dicirikan oleh kekeringan pada mata, mulut, dan bagian lain yang ditutupi oleh membran mukosa dan sering dikaitkan dengan penyakit rematik, terutama rhematoid arthritis. Gangguan ini predominan pada wanita dengan perbandingan 9 : 1 , dengan tingkat insidensi tertinggi pada usia antara 40 dan 60 tahun.
Gangguan Sjögren's Syndrome sering dikaitkan dengan rhematiod arthritis, SLE, sirosis empedu primer, scleroderma, polimiositis, thiroiditis hashimoo, poliartritis, dan fibrosis paru interstisial. Ketika ditemukan Sjögren's Syndrome tanpa rheumatoid arthritis, ditemukan antigen HLA-DR2 dan –DR3 dengan peningkatan kejadian.

Gambaran klinik

Gejala dan tanda

Keratokonjungtivitis sicca akibat produksi air mata indadekuat yang disebabkan oleh infiltrasi limfosit dan sel plasma pada glandula lakrimalis. Gejala pada mata biasanya ringan. Rasa terbakar, gatal dan sensasi adanya benda asing atau rasa berpasir pada mata sering terjadi. Pada beberapa pasien, gejala awal berupa inabilitas untuk mentoleransi penggunaan lensa kontak. Banyak pasien dengan tingkat kekeringan bola mata lebih memperhatikan sekresi ...... pada mata mereka, terutama pada pagi hari. Fotofobia dapat menjadi tanda adanya ulserasi kornea akibat kekeringan yang hebat. Pada kebanyakan pasien , gejala mulut kering (xerostomia) mendominasi mata kering. Pasien sering mengeluhkan sensasi ”cotton mouth” dan kesulitan menelan makanan , terutama makanan kering seperti biskuit, kecuali bola mereka membasahinya dengan cairan. Mulut kering persisten menyebabkan kebanyakan pasien membawa berbotol-botol air atau minuman yang dapat mereka minum sedikit demi sedikit. Sedikit pasien dengan xerostomia hebat mengalami kesulitan berbicara. Xerostomia persisten sering menyebabkan karies gigi yang berlarut-larut ; karies pada garis gusi sangat memungkinkan mengarah pada Sjögren's syndrome. Beberapa pasien sangat bermasalah pada kehilangan selera makan dan fungsi penciuman. Pembesaran kelenjar parotis, yang kronik atau berulang, berkembang pada sepertiga jumlah pasien. Pengeringan dapat meliputi hidung, tenggorokan, laring, bronkus, vagina dan kulit.
Gejala sistemik termasuk disfagia, vaskulitis, pleuritis, penyakit obstruksi paru ( pada pasien yang tidak merokok) , disfungsi neuropsikiatri (lebih sering berupa neuropati perifer), dan pankreatitis ; semuanya dapat dikaitkan dengan penyakit yang dicantumkan di atas. Asidosis tubulus ginjal (tipe I, distal) terjadi pada 20% pasien. Nefritis interstisial kronnik, yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dapat ditemukan. Lesi glomerulus jarang diobservasi dapat menjadi gejala sekunder yang dikaitkan dengan krioglobulinemia.

Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium termasuk anemia ringan, leukopenia, dan eusinofilia. Hipergammaglobulinemia poliklonal , hasil positif faktor rematoid (70%) dan antibodi antinuklear (95%) sering ditemukan. Antibodi yaang melawan antigen sitoplasma SS-A dan SS-B (disebut juga Ro dan La) sering ditemukan pada Sjögren's syndrome dan memberikan korelasi dengan adanya manifestasi extraglandular (tabel 20-10 dan 19-2). Autoimun yang dikaitkan dengan tiroid sering ditemukan pada pasien Sjögren's syndrome.
Manfaat test diagnostik mata termasuk tes Schimer, yang mengukur kuantitas sekresi air mata. Biopsi bibir, prosedur sederhana , merupakan teknik spesifik satu-satunya dengan resiko rendah ; jika fokus limfoma ditemukan pada glandula salivatorius aksesoris, diagnosis dapat ditegakkan, biopsi glandula parotis seharusnya disarankan pada gambaran atipik seperti pembesaran glandula unilateral.

Penatalaksanaan dan prognosis
Penatalaksanaan bersifat simptomatik dan suportif. Air mata buatan sering diberikan akan mengeliminasi gejala pada bola mata dan mencegah pengeringan lebih jauh. Mulut sebaiknya diberi lubrikasi. Mengisap air lebih sering atau menggunakan permen karet non gula dan permen padat biasanya menghilangkan gejala mulut kering. Pilocarpin (5 mg peroral 4 kali sehari) dan derifat asetilkolin cevimeline (30mg peroral 3 kali sehari) dapat memperbaiki gejala xerostomia. Obat-obatan atropin dan dekongestan mengurangi sekresi salivasi dan sebaiknya dihindari. Program higienitas mulut, termasuk terapi fluorida, penting dalam melindungi gigi. Jika ada kaitan dengan penyakit rematik, terapi sistemik tidak akan mengubah gambaran dari Sjögren's syndrome.
Meskipun Sjögren's syndrome dapat dikompromi pada kualitas hidup pasien dengan baik, penyakit ini biasanya konsisten selama masa hidup. Prognosis buruk dipengaruhi terutama oleh adanya gejala sistemik yang dikaitkan dengan gangguan yang mendasari, perkembangan pada pasien vaskulitis limfositik, adanya neuropati perifer yang sangat nyeri, dan komplikasi (pada minoritas pasien) limfoma. Pasien (3-10 % dari total populasi Sjögren's syndrome) pada resiko besar untuk perkembangan limfoma dengan disfungsi eksokrin hebat, tanda pembesaran glandula parotis, splenomegali, vaskulitis,, neuropati perifer, anemia dan krioglobulinemia monoklonal.

Referensi :
Brito-Zeron P et al. Circulating monoclonal immunoglobulins in Sjögren syndrome: prevalence and clinical significance in 237 patients. Medicine (Baltimore). 2005 Mar;84(2):90–7. [PMID: 15758838]
Goransson LG et al. Peripheral neuropathy in primary Sjögren syndrome: a population-based study. Arch Neurol. 2006 Nov;63(11):1612–5. [PMID: 17101831]
Ono M et al. Therapeutic effect of cevimeline on dry eye in patients with Sjögren's syndrome: a randomized, double-blind clinical study. Am J Ophthalmol. 2004 Jul;138(1):6–17. [PMID: 15234277]
Ramos-Casals M et al. Cutaneous vasculitis in primary Sjögren syndrome: classification and clinical significance of 52 patients. Medicine (Baltimore). 2004 Mar;83(2):96–106. [PMID: 15028963]



Friday, October 9, 2009

Henoch-Schönlein Purpura

Henoch-Schönlein purpura, vaskulitis sistemik paling sering pada anak-anak, dan muncul juga pada orang dewasa. Gambaran tipikal berupa purpura teraba, nyeri abdomen, arthritis, dan hematuria. Gambaran patologi berupa vaskulitis leukopsitoplastik dengan deposit IgA. Penyebabnya belum diketahui.
Lesi purpura pada kulit khas berlokasi di ekstremitas bawah dan dapat pula ditemukan pada tangan,lengan, badan, dan bokong.
Gejala sendi ditemukan pada kebanyakan pasien, lutut dan pergelangan kaki merupakan daerah tersering yang diserang. Nyeri abdomen merupakan gambaran sekunder dari vaskulitis pada traktus intestinal sering diasosiasikan dengan perdarahan gastrointestinal. Sinyal hematuria menandakan adanya lesi ginjal yang biasanya reversible, meskipun adakalanya dapat berlanjut menjadi insufisiensi ginjal. Anak-anak lebih sering dijumpai terserang penyakit ini dan menyebabkan vaskulitis gastrointestinal lebih hebat, sementara orang dewasa lebih sering menderita penyakit ginjal. Biopsy ginjal menyingkirkan glomerulonefritis segmental dengan deposit IgA.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri, berlangsung 1 -6 minggu, dan mereda tanpa gehala sisa jiga keterlibatan ginjal tidak parah. Bagian kronik dengan penyakit kulit persisten atau intermitten lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Keterlibatan kostikosteroid masih merupakan controversial. Pada anak, prednisone (1 mg/kg/hr oral) dapat bermanfaat pada mereka yang bergejala ekstrarenal hebat dan dengan bukti adanya penyakit ginjal. Kelebihan terapi obat-obatan hemat steroid seperti azathioprine dan mycophenolate mofenil – sering digunakan pada penyakit ginjal – belum diketahui.

Referensi
Coppo R et al. Predictors of outcome in Henoch-Schonlein nephritis in children and adults. Am J Kidney Dis. 2006 Jun; 47(6):993–1003. [PMID: 16731294]
Ronkainen J et al. Early prednisone therapy in Henoch-Schonlein purpura: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. J Pediatr. 2006 Aug;149(2):241–7. [PMID: 16887443]

diterjemahkan bebas dari CMDT 2008

Friday, October 2, 2009

Demam Berdarah Dengue

download word

A. Defenisi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok Flaviviridae. Ada empat serotype virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 yang mempunyai antigen serupa, namun berbeda dalam mengeluarkan proteksi silang parsial transien setelah infeksi pada masing-masing tipe virus. Survei serologis memperlihatkan bahwa keempat serotype dengue ditemukan di Indonesia, DENV-2 dan DENV-3 merupakan serotippe yang dominan, namun DENV-3 berkaitan dengan kasus DBD yang berat. Periode inkubasi antar 3 – 10 hari dengan rata-rata 4 – 6 hari.

C. Epidemiologi
Dalam jumlah angka kesakitan (morbidity rate) dan kematian (mortality rate) demam berdarah dengue di kawasan Asia Tenggara, selama kurun waktu 1985-2004, Indonesia berada di urutan kedua terbesar setelah Thailand (WHO 2004). Di Indonesia , pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, tetapi secara garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September sampai Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari. Angka kematian (CFR) dengue di Indonesia sekitar 1% pada tahun 2007.

D. Patofisiologi
Peningkatan permebilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran plasma diinduksi oleh beberapa mediator seperti C3a,C5a. Hal ini mengakibatkan hemokonsentrasi, hipoproteinemia / hipoalbuminemia, efusi pleura, asites, dan tanda-tanda syok.
Gangguan hemostasis berupa pendarahan disebabkan oleh vaskulopati, disfungsi trombosit dan koagulopati. Tes tourniquet positif menandakan fragilitas kapiler yang meningkat pada stadium awal demam dan merupakan efek langsung dengue virus selama fase viremia. Mekanisme trombositopenia meliputi peningkatan destruksi perifer yang dimediasi imun.

E. Diagnosis
Infeksi DENV bisa bersifat asimptomatik, atau menimbulkan gejala demam yang tidak spesifik, DD ataupun DBD dengan kebocoran plasma yang berkomplikasi menjadi SSD.
Demam dengue ditandai dengan demam akut 2 – 7 hari bersifat saddle back, dengan lebih dari 2 gejala : sakit kepala berat, nyeri retroorbita, mialgia/atralgia, disertai leucopenia, trombositopenia tetapi tidak terdapat kebocoran plasma. Manifestasi perdarahan berupa petekiae ,gusi berdarah, perdarahan saluran cerna, hematuria, dan menorrhagia.

Pedoman WHO tahun 1997 untuk menegakkan diagnosis DBD dini :
a. Klinis : - demam mendadak 2 – 7 hari
- Perdarahan (uji tourniquet (+), petekie, epistaksis, hematemesis, dan lain-lain)
- Hepatomegali
- Syok (nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi <>
  • Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet
  • Derajat 2 : Derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lainnya.
  • Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi , yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun, atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit lembab dan tampak gelisah.
  • Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

F. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengobatan DBD bersifat supportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan untuk memperbaiki hemodinamik. Steroid, antivirus, atau karbazocrom (berfungsi menurunkan permeabilitas kapiler) tidak terbukti peranannya dalam mengatasi infeksi dengue. Pada pasien tanpa syok , hidrasi oral harus dimulai secara dini. Parasetamol dapat digunakan untuk mengatasi gejala demam dan sebagai analgetik. Aspirin dan semua jenis NSAID harus dihindari. Pemberian transfusi darah atau trombosit dan FFP sebagai profilaksis untuk kasus perdarahan berat pada kasus dengue masih diperdebatkan meski secara luas masih digunakan. Pemilihan cairan kristaloid atau koloid pada SSD masih diperdebatkan.

G. Pencegahan
Penyakit DBD ini dipengaruhi oleh tiga hal penting yaitu virus dengue, nyamuk Aedes Aegypti yang perindukannya dipengaruhi kondisi lingkungan, serta faktor ketahanan tubuh individu. Pencegahan dengue masih terfokus pada eradikasi vector nyamuk Aedes spp yang masih sulit dikontrol. Di Indonesia, dikenal PSN-DBD dengan cara menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate atau altosit ke tempat penyimpanan air (TPA) , menutup rapat TPA, mengubut atau menyingkirkan kaleng bekas dan barang lain yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Koban, Antonius Wiwan. 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit : Klb Demam Berdarah Dengue. http://theindonesianinstitute.com/index2.php. Diakses tanggal 9 September 2009.
  2. Mashoedi , Imam Djamaludin, Qathrunnada Djam’an, Muhammad Purnomo. 2007. Deteksi Virus Dengue Pada Isolat Nyamuk Aides Spp Dan Larvanya Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus Di Kota Semarang). http://www.unissula.ac.id/perpustakaan/index.php?view=article&catid=79%3Apenelitian-2007&id=226%3Adeteksi-virus-dengue-pada-isolat-nyamuk-aides-spp-dan-larvanya-di-daerah-endemis-demam-berdarah-dengue-studi-kasus-di-kota-semarang-&format=pdf&option=com_content&Itemid=64. Diakses tanggal 9 September 2009.
  3. Nasronuddin. Aspek Klinik Penyakit Demam Berdarah Dengue. Tropical Disease Center Universitas Airlangga.
  4. Santoso, Ida Melani. 2009. Perbandingan sensitivitas dan spesifitas antibody IgM dan IgG dengue pada serum ,Saliva dan Urin. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
  5. Wahono, Tri Joko. Demam Berdarah Dengue. http://www.dkk-bpp.com/index2.php. Diakses tanggal 9 September 2009.

Thursday, October 1, 2009

KERANGKA PENULISAN PROPOSAL PENELITIAN


download word version

Proses penelitian itu pada garis besarnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1)
1. Tahap Persiapan (Perencanaan)
2. Tahap Pelaksanaan (Pengumpulan data)
3. Tahan Pengelolaan dan Analisis Data
4. Tahap Penulisan Hasil Penelitian (Laporan)

Pada tahap persiapan ini mencakup kegiatan-kegiatan pemilihan (perumusan) masalah sampai dengan penyusunan instrument(alat pengukur/pengumpulan data).Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini biasanya dirumuskan dalam bentuk usulan atau proposal penelitian. Usulan penelitian ini biasanya dibedakan menjadi dua versi, yaitu : (1)

1. Usulan penelitian dimana hasil penelitian nanti difokusnya diarahkan kepada pemecahan masalah atau mencari informasi yang akan digunakan untuk memecahkan suatu masalah atau keperluan program.
2. Usulan penelitian, dimana hasilnya difokuskan kepada kepentingan ilmu pengetahuan atau karya ilmiah, misalnya untuk membuat skripsi, tesis atau desertasi, dan sebagainya.

Format kedua versi usulan penelitian ini sedikit berbeda meskipun pada prinsipnya adalah sama. Di bawah akan diuraikan sedikit format atau out line usulan penelitian, khususnya untuk kepentingan penulisan ilmiah.(1,3)

1. Judul penelitian
2. Latar belakng masalah
3. Perumusan masalah
4. Tujuan penelitian :
a. Umum
b. Khusus
5. Manfaat penelitian
6. Tinjauan kepustakaan
7. Kerangka konsep hipotesis, dan defenisi operasional
8. Metode penelitian
a. Jenis penelitian
b. Populasi dan sampel
c. Cara pengumpulan data
d. Instrument(alat pengumpulan data)
e. Rencana pengelolahan dan analisis data
9. Rencana kegiatan
10. Organisasi penelitian
11. Rencana biaya(anggaran)
12. Daftar pustaka
13. Lampiran

Sedangkan usulan penelitian versi yang pertama atau untuk program, format biasanya sesuai dengan selera atau aturan dari pihak pemberi dana. Tiap-tiap pemberi dana (donor agencies) biasanya menentukan sendiri format usulan penelitiannya sendiri-sendiri.(1)
Selanjutnya akan diuraikan secara lebih rinci format usulan penelitian untuk kepentingan skripsi, tesis, dan desertasi.

1. Judul penelitian
Judul penelitian merupakan pencerminan dari tujuan penelitian .Oleh karena tujuan penelitian itu dirumuskan dari masalah penelitian, atau dengan kata lain, tujuan penelitian itu merupakan jawaban sementara dari pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka judul penelitian juga mencerminkan masalah penelitian.(1)
Apabila suatu penelitian berjudul Ketidaksinambungan Imunisasi Polio pada Anak-Anak Balita di Wilayah Kabupaten Bogor, maka hal ini mencerminkan bahwa masalah yang dihadapi oleh Kabupaten Bogor pada saat itu adalah bahwa angka ”drop out” atau ketidaksinambungan imunisasi sangat tinggi.(1)

2. Latar Belakang Masalah

Dalam latar belakang masalah penelitian, aka diuraikan fakta-fakta, pengalaman-pengalaman si peneliti, hasil-hasil penelitian dari orang lain, atau teori-teori yang melatarbelakangi masalah yang ingin diteliti,(1) atau degan kata lain latar belakang masalah memuat uraian secara jelas timbulnya masalah yang memerlukan pemecahan dengan didukung oleh logika-logika dan teori-teori yang mendasari timbulnya gagasan pemecahan/pembahasan masalah. Dengan mengemukakan latar belakang masalah akan mempermudah rumusan masalah.(2)

3. Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah ruumusan secara konkrit masalah yang ada dalam bentuk pertanyaan(research question) atau pernyataan(problem statement) yang kebenarannya dipertanyakan.(3)
Contoh : Posyandu di wilayah Kabupaten Bogor sudah merata hampir tiap RW telah mempunyai Posyandu. Penyuluhan-penyuluhan tentang imunisasi telah berjalan dengan baik di Posyandu-Posyandu. Namun angka drop out imunisasi polio masih tinggi, sekitar 75%. Hal ini berarti kesinambungan imunisasi polio bagi anak balita di Kabupaten Bogor tersebut rendah. Dari pernyataan penelitian ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian :(1)

a) Mengapa kesinambungan imunisasi polio bagi anak balita Kabupaten Bogor rendah
b) Faktor-faktor apa yang menyebabkan atau mempengaruhi ketidaksinambungan imunisasi polio bagi anak balita di Kabupaten Bogor rendah.

4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian memuat uraian yang menyebutkan secara spesifik maksud atau tujuan yang hendak dicapai dari penelitian yang dilakukan. Maksud-maksud yang terkandung di dalam kegiatan tersebut baik maksud utama maupun tambahan, harus dikemukakan dengan jelas.(2)
Biasanya tujuan penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus pada hakikatnya adalah penjabaran dari tujuan umum.(1) Contoh :

Tujuan Umum :
Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik sarana air bersih yang digunakan dengan terjadinya diare diwilayah kota Jakarta Pusat.
Khusus :
1. Diketahuinya jenis sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat Jakarta Pusat.
2. Diketahiunya kondisi/kualitas fisik sarana air bersih tersebut.
3. Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik sarana air bersih dengan kualitas airfnya.
4. Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik sarana air bersih dengan kejadian diare.

5. Manfaat Penelitian
Sub-sub ini berisi uraian tentang mamfaat penulisan/penelitian dan operasionalisasi hasilnya . Manfaat penelitian merupakan implikasi bagi perkembangan IPTEK dan penggunaan praktis yang dimamfaatkan oleh ilmuan lain untuk mengembangkan IPTEK , sedapat mungkin bisa dimanfaatkan pula oleh masyarakat luas.(3)
Contoh :
1. Hasil penilitian ini dapat dugunakan untuk masukan dalam rangka menigkatkan upaya-upaya pencegahan diare khususnya diwilayah Kota Jakarta Pusat.(1)

6. Tinjauan Kepustakaan (Literature Review)
Untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan dalam usulan penelitian, diperlukan tinjauan kepustakaan yang kuat. Tinjauan pustaka ini sangat penting dalam mendasari penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka ini biasanya mencakup dua hal : (1)

a) Tinjauan teori dasar yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini dimaksudkan agar para peneliti mempunyai wawasan yang luas sebagai dasar untuk mengembangkan atau mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti. Selain itu, dengan tinjauan teori ini dimaksudkan agar peneliti dapat meletakkan atau mengidentifikasi masalah yang ingin diteliti itu dalam konteks ilmu pengetahuan yang sedang digeluti.
b) Tinjauan dari hasil-hasil penelitian lain yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan tinjauan pustaka, antara lain : (4)
- Tidak perlu seluruh aspek penyakit yang diteliti dibahas dengan proporsi yang seimbang, laksana buku ajar. Yang diperlukan adalah tinjauan komprehensif terhadap aspek yang diteliti, dengan penekanan utama pada hubungan variabel yang akan diteliti.
- Sumber pustaka seyogyanya cukup baru, mungkin 5 – 7 tahun terakhir, agar informasi yang dikemukakan tidak kadaluwarsa.
- Masalah teknis penulisan harus benar-benar diperhatikan. Kalimat terlalu panjang, tidak bersubjek,ataupun ejaan yang tidak taat asas, harus dihindarkan, sementara alur pikiran yang logis harus tetap di jaga.

7. Kerangka Konsep dan Hipotesis

7.1Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu kosep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan diukur, maka konsep haris dijabarkan ke dalam varibel-variabel. Dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud. (1)

7.2. Hipotesis

Setelah masalah dirumuskan, langkah berikut yang diperlukan adalah rumusan hipotesis penelitian. Hipotesis adalah pertanyaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang harus diuji keshahihannya secara empiris. (4)
Namun tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Survei, atau studi eksploratif yang tidak mencari hubungan antara variabel, jadi hanya bersifat deskriptif, tidak memerlukan hipotesis. (4)
Syarat hipotesis yang baik adalah : (4)
  • Dinyatakan dalam kalimat deklaratif yang jelas dan sederhana
  • Mempunyai landasan teori yang kuat
  • Menyatakan hubungan antara satu variabel dependen denagn satu atau lebih variabel bebas/independen
  • Memungkinkan diuji secara empiris.
  • Rumusan harus khas dan menggambarkan variabel-variabel yang diukur.
  • Dikemukakan sebelum penelitian dimulai, sebelum data terkumpul.
8. Metodologi Penelitian
Pada metodologi penelitian, akan tercermin langkah-langkah teknis dan operasional penelitian yang akan dilaksanakan. Hal-hal yang tercakup dalam metodologi penelitian adalah desain / jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, estimasi besar sampel, kriteria inklusi dan eksklusi, cara kerja, serta rencana pengumpulan data, dan rencana analisis yang hendak dipergunakan. Hal ini sangat penting dalam menentukan mutu keilmiahan dan kemampulaksanaan suatu penelitian. (4,5)

1. Desain/ jenis penelitian

Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kesahihan hipotesis. Desain penelitian juga menjelaskan termasuk ke dalam jenis pendekatan atau metode penelitian yang diusulkan tersebut. Misalnya: penelitian menggunakan metode survei, dengan pendekatan ” Cross Sectional” di mana data yang menyangkut variabel bebas atau resiko dan variabel dependen dan variabel bebas, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. (4,6)

2. Tempat dan waktu
Disebutkan rencana tempat dan waktu dilaksanakannya penelitian. (6)

3. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah sekelompok subjek atau data dengan karakteristik tertentu. Dalam populasi dijelaskan secara spesifik tentang siapa atau golongan mana yang menjadi sasaran penelitian tersebut. Populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu : (6)
a) Populasi target (target population) yang ditentukan oleh karakteristik klinis dari demografis, misalnya pasien morbili berumur di bawah dua tahun.
b) Populasi terjangkau (accessible popultion, source population) adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu.

4. Sample dan cara pemilihan sampel
Sampel adalah bagian populasi yang diteliti. Cara pemilihan sampel bermacam-macam, misalnya cara pemilihan secara acak, sistematik, berurutan, dll. Dalam proposal penelitian, cara pemilihan subjek penelitian harus ditegaskan secara eksplisit. (6)

5. Estimasi besar sampel
Suatu usulan penelitian yang baik harus mencantumkan perkiraan besar sampel (bukan jumlah sampel) minimal yang diperlukan. Secara umum tujuan perkiraan besar sampel minimal adalah : (6)
  • Agar kesimpulan penelitian yang diperoleh dapat mempunyai tingkat kepercayaan yang dikehendaki
  • Apabila jika dipakai uji hipotesis, agar kemaknaan statistik juga berarti kemaknaan secara klinis.
6. Kriteria inklusi dan eksklusi(6)
  • Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi terjangkau.
  • Kriteria eksklusi
Sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari studi karena berbagai sebab, antara lain :
- Terdapat keadaan lain yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi.
- Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan.
- Hambatan etis
- Subjek menolak berpartisipasi.

1. Cara kerja/ pengumpulan data
Dijelaskan cara atau metode yang digunakan untuk pengumpulan data. Kadang-kadang dalam suatu penelitian tidak hanya menggunakan satu macam cara, tetapi menggunakan beberapa cara untuk mengumpulkan data. (1)
2. Identifikasi variabel
Semua variabel yang diteliti harus diidentifikasi, mana yang termasuk variabel bebas, variabel dependen, dan variabel perancu (confoiding). Diagram kerangka penelitian sangat membantu dalam mengidentifikasi variabel ini. (6)
3. Definisi operasional
Semua konsep yang ada dalam penelitian harus dibuat batasan dalam istilah yang operasional. Dengan maksud agar tidak ada makna ganda dari semua istilah yang digunakan dalam penelitian tersebut. (6)
4. Rencana pengolahan dan analisis data
Pada bagian ini disebutkan secara ringkas bagaimana data yang terkumpul akan diolah, dianalisis, dan disajikan seperti program komputer yang direncanakan akan dipakai, dll. (6)

9. Jadwal Kegiatan
Dalam bagian ini diuraikan langkah-langkah dari mulai menyusun proposal penelitian, sampai dengan penulisan laporan penelitian, beserta waktu berjalannya atau berlangsungnya tiap kegiatan tersebut. Bisanya disusun dalam bentuk ”gant’s chart”.(1)
Contoh sederhana :(1)
Kegunaan Bulan ke :
1 2 3 4 5 6
1. Penyusunan Proposal
2. Penyusunan instrumen
3. Persiapan Lapangan
4. Uji coba instrument
5. Pengumpulan data
6. Pengolahan data
7. Analisis Data
8. Penyusunan Laporan x

10. Organisasi
Dalam bagian ini diuraikan susunan atau organisasi penelitian tersebut. Lzimnya organisasi penelitian itu terdiri dari : Peneliti Utama, Peneliti, Surveyer(Pengumpul Data). Dan Sekretariat. Kadang-kadang ditambah dengan penasihat dan konsulen.(1)

11. Rencana Biaya(Anggaran)
Diuraikan besarnya biaya perkegiatan, serta jumlah keseluruhan biaya penelitian tersebut. Kegiatan yang dapat dibiayai oleh suatu kegiatan penelitian dimulai dri rapat-rapat penyusunan proposal instrument, dan sebagainya, sampai dengan penulisan hasil penelitian bahkan sampai dengan biaya seminar hasil penelitian.(1)

12. Daftar Kepustakaan
Daftar pustaka harus disertakan dengan sistem yang dipilih dan dilakukan dengan taat asas. Dalam penulisan usulan penelitian daftar pustaka tidak hanya yang bersangkutan dengan substansi yang diteliti, melainkan juga pada metodologi dan teknik statistika yang dipergunakan. (6)

13. Lampiran
Dalam lampiran dapat disertakan : (6)
• Riwayat hidup peneliti
• Rencana anggaran penelitian
• Jadwal tahapan penelitian
• Izin subjek penelitian
• Rumus-rumus statistik
• Formulir / kuesioner
• Lain-lain yang relevan



DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta : 2002; 36-48.
2. Tim Dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta, Pedoman Penulisan Proposal Penelitian Tugas Akhir dan Skripsi.http://www.amikom.com.
3. Taiyeb M, Panduan Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Apis Indica Laboratorium Biologi FPMIPA UNM, Makassar : 1997; 31-32
4. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara,Jakarta : 1995; 8-24.
5. Davis M. Scientific Papers and Presentations. Elsevier Academic Press, New York : 2004 ; 61.
6. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara,Jakarta : 1995; 8-24.

Tempat download artikel
download

Wednesday, September 30, 2009

Malaria

download word version

Definisi


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. (1,2)
Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan dari kawasan timur Indonesia antara lain dari Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku utara, dan Sulawesi Tenggara. Di kawasan lain angka kematian malaria masih cukup tinggi antara lain di propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Riau. (1)

Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang sering menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile, dan mamalia. Termasuk genus Plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina.
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk demamnya, yaitu :

1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai malaria tertian disebabkan serangan demam yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal sebagai malaria quartana karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis juga dikenal sebagai malaria ovale dengan pola demam yang tidak khas setiap 1-2 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai malaria Tropicana atau malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasa timbul setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis plasmodium lainnya. (1,2)

Siklus Hidup Plasmodium
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dansipa ditularkan ke manusia.

Patogenesis
Setelah melalui jaringan hati, plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawabdalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia.
Pathogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh factor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemitas daerah, tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (ring-erithrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosofosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag,
Sitoadherensi adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di permukaan endotel vaskuler. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah likal dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin. Sitokin ini antara lain TNF-a, IL-1, IL-6, IL-3, LT dan INF-y. dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi yang berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi.
Akhir-akhir ini banyak diteliti peran nitrit oksida (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral. Maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekul adhesi. Diduga produksi NO local di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. (1, 2, 3)

Gejala klinis

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode dingin (15-60 menit) mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperature, diikuti dengan periode panas : muka penderita merah, nadi cepat , dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat, kemudian periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi plasmodium vivax, pada plasmodium falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya malaria ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
1. Serangan primer, yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadinya serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan mulai berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.
2. Periode laten, yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
3. Recrudescense, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia dalam masa 8 minggu berakhirnya serangan primer.
4. Recurrence, yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.
5. Relapse atau rechute yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun). Biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale. (1, 2, 3, 4)

Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
a. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemic malaria
c. Riwayat tinggal di daerah endemic malaria.
d. Riwayat sakit malaria
e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f. Riwayat mendapat transfuse darah.

Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini :
a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b. Keadaan umum yang lemah (tidak bias duduk / berdiri).
c. Kejang-kejang
d. Panas sangat tinggi
e. Mata atau tubuh kuning
f. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
g. Nafas cepat dan atau sesak nafas
h. Muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum.
i. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
j. Jumlah air seni kurang (oligouri) sampai tidak ada (anuria)
k. Telapak tangan sampai pucat

Pemeriksaan fisis
1. Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
1. Temperature rectal ≥40°C
2. Nadi cepat dan lemah
3. Tekanan darah sistolik >70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50>35x/menit pada orang dewasa atau >40x/menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50x/menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) <11>100 parasit per 1 lapangan pandang setara dengan 40000 parasit / uL

Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan ini dianjurkan untuk melengkapi pemeriksaan mikroskopis atau sebagai konfirmasi jika identifikasi spesies parasit dengan pemeriksaan mikroskopis memberikan hasil yang meragukan atau jika secara klinis dan pemeriksaan kimia klinis menunjukkan tanda infeksi malaria tetapi pemeriksaan mikroskopis negative.

Pemeriksaan biokimia / kimia klinis

Pemeriksaan kimia klinis bukanlah pemeriksaan yang menentukan diagnosis tetapi harus tetap dilakukan untuk menunjang pemeriksaan yang lain (mikroskopis, hematologis dan imunoserologis) karena penting untuk memantau perkembangan penyakit dan mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi. Pemeriksaan kimia klinis yang dianjurkan antara lain bilirubin, kreatinin, ureum, glukosa darah, urinalisis, termasuk adanya hemoglobinuria, dan faal koagulasi. (5,6)

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh karena itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

A. Pengobatan Malaria tanpa komplikasi

1. Malaria falciparum
Lini pertama = artesunat + amodiakuin + primakuin
Primakuin diberikan peroral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgBB yang diberikan pada hari pertama.
Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)
Lini kedua = kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin
Kina diberikan peroral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4 mg/kgBB

2. Pengobatan untuk Malaria vivax dan ovale
Lini pertama = klorokuin + primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivax dan malaria ovale. Pengobatan klorokuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual dan seksual.
Klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB
Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB

3. Pengobatan Malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua = kina + primakuin
Kina diberikan peroral 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,75 mg/kgBB

4. Pengobatan untuk Malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgBB

B. Pengobatan Malaria dengan komplikasi
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama.
Pilihan utama untuk obat anti malaria berat :
Derivate artemisinin parenteral
- Artesunat intravena atau intramuscular
- Artemeter intramuscular
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus 2,4 mg/kgBB periv selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgBB per intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Artemeter diberikan dengan loading dose 3,2 mg/kgBB intramuscular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuscular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah mampu minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.

Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnose dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15-60% tergantung fasilitas pemberian pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peninggian kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja. (4,5)

DAFTAR PUSTAKA

1. W.Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-empat Jilid II. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Harijanto, dr. P. N. 2000. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
3. Nyoman Kandun, dr. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Departemen kesehatan RI. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit.
4. Kasper, L, Dennis, MD. 2005. Harrison’s Principles Internal Medicine.
5. http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
6. http://www.medicastore/malaria-tropica.com

Tempat download artikel
download